Sabtu, 29 Oktober 2011

Main Mesum Dengan Mbak Sum Part 2

Hingga suatu malam di ranjangku yang besar kami saling berpelukan.Aku bertelanjang dada dan Mbak Sum pakai daster. Masih sekitar jam 9waktu itu dan kami terus asyik berciuman, berpagutan, berpelukanerat-erat saling raba, pijat, remas. Kuselusupkan tanganku di bawahdasternya lalu menariknya ke atas. Terus ke atas hingga pahanyamenganga, perutnya terbuka dan akhirnya beha putihnya nampak menantang.Tanpa bicara dasternya terus kulepas lewat kepalanya.
"Jangan, Mas.." Mbak Sum menolak.
"Nggak apa-apa, Mbak, cuma dasternya kan.." rayuku.
Dia jadi melepaskan tanganku. Juga diam saja ketika akuterang-terangan membuka celana luarku hingga kami sekarang tinggalberpakaian dalam. Kembali tubuh gempal janda montok itu kugeluti,kuhisap-hisap puncak branya yang nampak kekecilan menampung teteknya.Mbak Sum mendesis-desis sambil meremasi rambut kepalaku danmenggapitkan pahanya kuat-kuat ke pahaku.


"Mbak Sum pingin kita telanjang?" tanyaku.
"Jangan, Mas. Pingin sih pingin.. tapi.. gimana ya.."
"Sudah berapa lama Mbak Sum tidak ngeseks?"
"Ya sejak suami Mbak meninggal.. kira-kira tiga tahun.."
"Pasti Mbak jadi sering masturbasi ya?"
"Kadang-kadang kalau sudah nggak tahan, Mas.."
"Kalau main dengan pria lain?"
"Belum pernah, Mas.."
"Masak sih, Mbak? masak nggak ada yang mau?"
"Bukan begitu, tapi aku yang nggak mau, Mas.."
"Kalau sama aku kok mau sih, Mbak?" godaku lagi.
"Ah, kan Mas yang mulai.. dan lagi, kita kan nggak sampai anu.."
"Anu apa, Mbak?"
"Ya itu.. telanjang gitu.."
"Sekarang kita telanjang ya, Mbak.."
"Eee.. kalau hamil gimana, Mas?"
"Aku pakai kondom deh.."
"Ng.. tapi itu kan dosa, Mas?"
"Kalau yang sekarang ini dosa nggak, Mbak?" tanyaku mentesnya.
"Eee.. sedikit, Mas," jawabnya bingung.
Aku tersenyum mendengar jawaban mengambang itu dan kembali memelukerat-erat tubuh sekalnya yang menggemaskan. Kuremas dan kucium-ciumpembungkus teteknya. Ia memeluk punggungku lebih erat. Kuraba-rababelakang punggungnya mencari lalu melepas kaitan branya.
"Ja..jangan, Mas.." Bisiknya tanpa reaksi menolak dan kulanjutkan gerakanku.
Mbak Sum hanya melenguh kecil ketika branya kutarik dan kulemparkanentah kemana. Dua buah semangka segar itu langsung kukemut-kemutputingnya. Kuhisap, kumasukkan mulut sebesar-besarnya, kugelegak,sambil kulepas CD-ku. Mbak Sum terus mendesis-desis dan bergetar-getartubuhnya. Kami bergumul berguling-guling. Kutekan-tekan selangkangannyadengan zakarku.
"Gimana, Mbak.. sudah siap kuperawani?" tanganku menjangkau CD-nya dan hendak melepasnya.
"Jangan, Mas. Kalau hamil gimana?"
"Ya ditunggu saja sampai lahir to, Mbak.." gurauku sambil berusaha menarik lepas CD-nya.
Mbak Sum berusaha memegangi CD-nya tapi seranganku di bagian atastubuhnya membuatnya geli dan tangannya jadi lengah. Cd-nya pun merosotmelewati pantatnya.
"Kalau hamil, siapa yang ngurus bayinya?"
"Ya, Mbak lah, kan itu anakmu.. tugasku kan cuma bikin anak, bukan ngurusi anak.." godaku terus.
"Dasar, mau enaknya sendiri.." Mbak Sum memukulku pelan, tangannyaberusaha menjangkau CD dari bawah pahanya tapi kalah cepat dengangerakanku melepas CD itu dari kakinya. Buru-buru kukangkangkan pahanyalalu kubenamkan lidahku ke situ. Slep.. slep.. slep.. Mbak Sum melenguhdan menggeliat lagi sambil meremasi kepalaku. Nampak dia berada dalamkenikmatan. Beberapa menit kemudian, aku memutar posisi tubuhku sampaibatang zakarku tepat di mulutnya sementara lidahku tetap beroperasi divulvanya. Dengan agak canggung-canggung dia mulai menjilati, mengulumdan menghisapnya. Vulvanya mulai basah, zakarku menegang panjang.Eksplorasi dengan lidah kuteruskan sementara tanganku memijit-mijitsekitar selangkangan hingga anusnya.
"Agh.. agh.. Maas.. ak.. aku.."
Mbak Sum tak mampu bersuara lagi, hanya pantatnya terasa kejangberkejat-kejat dan mengalirlah cairan maninya mengaliri mulutku.Kugelegak sampai habis cairan bening itu.
"Isap anuku lebih keras, Mbak!" perintahku ketika kurasakan maniku juga sudah di ujung zakar.
Dan benar saja, begitu diisap lebih keras sebentar kemudianspermaku menyembur masuk ke kerongkongan Mbak Sum yang buru-burumelepasnya sampai mulutnya tersedak berlepotan sperma. Kami punterjelepak kelelahan. Kuputar tubuhku lagi dan malam itu kami tidurtelanjang berpelukan untuk pertama kalinya. Tapi zakarku tetap tidakmemerawani vaginanya. Aku masih ingin menyimpan "makanan terenak" ituberlama-lama.

Selanjutnya kegiatan oral seks jadi kegemaran kami setiap hari.Entah pagi, siang maupun malam bila salah satu dari kami (biasanya akuyang berinisiatif) ingin bersetubuh ya langsung saja tancap. Entah itudi kamar, sambil mandi bersama atau bergulingan di permadani. Tiap harikami mandi keramas dan entah berapa banyak bercak mani di permadani.Selama itu aku masih bertahan dan paling banter hanya memasukkan kepalazakarku ke vaginanya lalu kutarik lagi. Batangnya tidak sampai masukmeski kadang Mbak Sum sudah ingin sekali dan menekan-nekan pantatku."Kok nggak jadi masuk, Mas?" tanyanya suatu hari.
"Apa Mbak siap hamil?" balikku.
"Kan aku bisa minum pil kabe to Mas.."
"Bener nih Mbak rela?" jawabku menggodanya sambil memasukkan lagi kepala zakarku ke memeknya yang sudah basah kuyup.
"Heeh, Mas," dia mengangguk.
"Mbak nggak merasa bersalah sama suami?"
"Kan sudah meninggal, Mas."
"Sama anak-anak?"
Ia terdiam sesaat, lalu jawabnya lirih, "A.a.. aku kan juga masih butuh seks, Mas.."
"Mana yang Mbak butuhkan, seks atau suami?" tanyaku terus ingin tahu isi hatinya.
Kuangkat lagi kepala zakarku dari mulut memeknya lalu kusisipkan saja di sela-sela pahanya.
"Pinginnya sih suami, Mas.. tapi kalo Mas jadi suamiku kan nggakmungkin to.. Aku ini kan cuma orang desa dan pembantu.." jawabnyajujur.
"Jadi, kalau sama aku cuma butuh seksnya aja ya Mbak? Mbak cumabutuh nikmatnya kan? Mbak Sum pingin bisa orgasme tiap hari kan?"
Mbak Sum tersipu. Tidak menjawab malah memegang kepalaku danmenyosor bibirku dengan bibirnya. Kami kembali berpagutan danbergulingan. Zakar besar tegangku terjepit di sela pahanya lalucepat-cepat aku berbalik tubuh dan memasukkan ke mulutnya. OtomatisMbak Sum menghisap kuat-kuat zakarku sama seperti aku yang segeramengobok-obok vaginanya dengan tiga jari dan lidahku. Sejenak kemudiankembali kami orgasme dan ejakulasi hampir bersamaan. Yah, bisakahpembaca bersetubuh seperti kami? Saling memuasi tanpa memasukkan zakarke vagina.

Hubungan nikmat ini terus berlangsung hingga suatu sore sepulangkukerja Mbak Sum memberiku sekaplet pil kabe dan sekotak kondom kepadaku.
"Sekarang terserah Mas, mau pakai yang mana? Mbak sudah siap.." tantangnya.
Aku jadi membayangkan penisku memompa vaginanya yang menggunduk itu.
"Mbak benar-benar ikhlas?" tanyaku.
"Lha memang selama ini apa Mas? Saya kan sudah pasrah diapakan saja sama Mas."
"Mbak tidak kuatir meskipun aku nggak bakalan jadi suami Mbak?"lanjutku sambil berjaga-jaga untuk menghindari resiko bila terjadisesuatu di belakang hari.
"Saya sudah ikhlas lega lila, mau dikawini saja tiap hari ataudinikahi sekalian terserah Mas saja. Saya benar-benar tidak ada pamrihapa-apa di belakang nanti.. Saya hanya ingin kita berhubungan seksdengan maksimal.. tidak setengah-setengah seperti sekarang ini.."
Haah, ternyata Mbak Sum pun jadi berkobar nafsu syahwatnya setelahberhubungan seks denganku secara khusus selama ini. Ternyata wanita inimemendam hasrat seksual yang besar juga. Sampai rela mengorbankan hargadirinya. Aku jadi tak tega, tapi sekaligus senang karena tidak bakalmenanggung resiko apapun dalam berhubungan seks dengan dia. Aku selamaini kan memang hanya mengejar nafsu dan nampaknya Mbak Sum pun terbawairamaku itu. Ya, seks hanya untuk kesenangan nafsu dan tubuh. Tanparasa cinta. Tidak perlu ada ketakutan terhadap resiko harus menikahi,punya anak dsb. Kapan lagi aku dapat prt sekaligus pemuas nafsu dengantarif semurah ini (gajinya sebulan 150 ribu rupiah kadang kutambah 50atau 100 ribu kalau ada rejeki lebih). Bandingkan biayanya bila akuharus cari wanita penghibur setiap hari. Dan kayaknya yang sepertiinilah yang disukai para pria pengobral zakar dan mungkin sebagianbesar pembaca sumbercerita.com inipun termasuk di dalamnya. Mau nikmatnya,nggak mau pahitnya. Begitu, kan? Ngaku ajalah, nggak usah cengar-cengirkayak monyet gitu. Soal seks kita sama dan sebangun kok. He he he..

"Sekarang aku mau mandi dulu, Mbak. Urusan itu pikirin nanti saja,"jawabku sambil melepas pakaian dan jalan ke kamar mandi bertelanjang.
Kutarik tangan Mbak Sum untuk menemaniku mandi. Pakaiannya punsudah kulepasi sebelum kami sampai ke pintu kamar mandi. Hal sepertiini sudah biasa kami lakukan. Saling menggosok dan memandikan sambilmembangkitkan nafsu-nafsu erotis kami. Dan acara mandi bersama selaluberakhir dengan tumpahnya sperma dan mani kami bersama-sama karenasaling isep.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar