Sabtu, 29 Oktober 2011

Main Mesum Dengan Mbak Sum

Umurku baru 28 tahun ketika diangkat jadimanager area sebuah perusahaan consumer goods. Aku ditempatkan diSemarang dan diberi fasilitas rumah kontrakan tipe 45. Setelah 2-3minggu tinggal sendirian di rumah itu lama-lama aku merasa capai jugakarena harus melakukan pekerjaan rumah tangga seperti nyapu, ngepel,cuci pakaian, cuci perabot, bersih-bersih rumah tiap hari. Akhirnyakuputuskan cari pembantu rumah tangga yang kugaji sendiri daripada akusakit. Lewat sebuah biro tenaga kerja, sore itu datanglah seorangwanita sekitar 35 tahunan, Sumiyati namanya, berasal dari Wonogiri dansudah punya dua anak yang tinggal bersama ortunya di desa.


"Anaknya ditinggal dengan neneknya tidak apa-apa, Mbak?" tanyaku.
"Tidak, pak. Mereka kan sudah besar-besar, sudah SMP dan SD kelas 6," jawabnya.
"Lalu suami Mbak Sum dimana?"
"Sudah meninggal tiga tahun lalu karena tbc, pak."
"Ooo.. pernah kerja di mana saja, Mbak?"
"Ikut rumah tangga, tapi berhenti karena saya tidak kuat haruskerja terus dari pagi sampai malam, maklum keluarga itu anaknya banyakdan masih kecil-kecil.. Kalau di sini kan katanya hanya bapak sendiriyang tinggal, jadi pekerjaannya tidak berat sekali."

Dengan janji akan kucoba dulu selama sebulan, jadilah Mbak Summulai kerja hari itu juga dan tinggal bersamaku. Dia kuberi satu kamar,karena memang rumahku hanya punya dua kamar. Tugas rutinnya, kalau pagisebelum aku ke kantor membersihkan kamarku dan menyiapkan sarapanku.Setelah aku ke kantor barulah ruangan lain, nyuci, belanja, masak dst.Dia kubuatkan kunci duplikat untuk keluar masuk rumah dan pagar depan.Setelah seminggu tinggal bersama, kami bertambah akrab. Kalau di rumahdan tidak ada tamu dia kusuruh memanggilku "Mas" bukan "bapak" karenausianya tua dia. Beruntung dia jujur dan pintar masak sehingga setiappagi dan malam hari aku dapat makan di rumah, tidak seperti dulu selalujajan ke luar. Waktu makan malam Mbak Sum biasanya juga kuajak makansemeja denganku. Biasanya, selesai cuci piring dia nonton TV. Duduk dipermadani yang kugelar di depan pesawat. Kalau tidak ada kerjaan yangharus dilembur aku pun ikut nonton TV. Aku suka nonton TV sambiltiduran di permadani, sampai-sampai ketiduran dan seringkalidibangunkan Mbak Sum supaya pindah ke kamar.

Suhu udara Semarang yang tinggi sering membuat libidoku jadi cepattinggi juga. Lebih lagi hanya tinggal berdua dengan Mbak Sum dan setiaphari menatap liku-liku tubuh semoknya, terutama kalau dia pakai dasterdi atas paha. (Kalau digambarkan bodynya sih mirip-mirip Yenny Faridawaktu jadi artis dulu). Maka lalu kupikir-pikir rencana terbaik untukbisa mendekap tubuhnya. Bisa saja sih aku tembak langsung memperkosanyatoh dia nggak bakal melawan majikan, tapi aku bukan orang jenis itu.Menikmatinya perlahan-lahan tentu lebih memberi kepuasan daripadalangsung tembak dan cuma dapat nikmat sesaat.

"Mbak Sum bisa mijit nggak?" tanyaku ketika suatu malam kami nonton TV bareng.
Dia duduk dan aku tiduran di permadani.
"Kalau asal-asalan sih bisa, Mas," jawabnya lugu.
"Nggak apa-apa, Mbak. Ini lho, punggungku kaku banget.. Seharianduduk terus sampai nggak sempat makan siang. "Tolong dipijat ya,Mbak.." sambil aku tengkurap.
Mbak Sum pun bersimpuh di sebelahku. Tangannya mulai memijatpunggungku tapi matanya tetap mengikuti sinetron di TV. Uuhh..nikmatnya disentuh wanita ini. Mata kupejamkan, menikmati. Saat itu akusengaja tidak pakai CD (celana dalam) dan hanya pakai celana olahragalonggar.
"Mijatnya sampai kaki ya, Mbak," pintaku ketika layar TV menayangkan iklan.
"Ya, Mas," lalu pijatan Mbak Sum mulai menuruni pinggangku, terus ke pantat.
"Tekan lebih keras, Mbak," pintaku lagi dan Mbak Sum pun menekan pantatku lebih keras.
Penisku jadi tergencet ke permadani, nikmat, greng dan semakin..berkembang. Aku tak tahu apakah Mbak Sum merasakan kalau aku tak pakaiCD atau tidak. Tangannya terus meluncur ke pahaku, betis hingga telapakkaki. Cukup lama juga, hampir 30 menit.

"Sudah capai belum, Mbak?"
"Belum, Mas."
"Kalau capai, sini gantian, Mbak kupijitin," usulku sambil bangkit duduk.
"Nggak usah, Mas."
"Nggak apa-apa, Mbak. Sekarang gantian Mbak Sum tengkurap,"setengah paksa dan merajuk seperti anak-anak kutarik tangannya danmendorong badannya supaya telungkup.
"Ah, Mas ini, saya jadi malu.."
"Malu sama siapa, Mbak? Kan nggak ada orang lain?"
Agak canggung dia telungkup dan langsung kutekan dan kupijitpunggungnya supaya lebih tiarap lagi. Kuremas-remas dan kupijit-pijitpunggung dan pinggangnya.
"Kurang keras nggak, Mbak?"
"Cukup, Mas.." Sementara matanya sekarang sudah tidak lagi terlalukonsentrasi ke layar kaca. Kadang merem melek. Tanganku mencapaipantatnya yang tertutup daster. Kuremas, kutekan, kadang tangankukusisipkan di antara pahanya hingga dasternya mencetak pantat gempalitu. Kusengaja berlama-lama mengolah pantatnya, toh dia diam saja.

"Pantat Mbak empuk lo.." godaku sambil sedikit kucubit.
"Ah, Mas ini bisa saja.. Mbak jadi malu ah, masak pembantu dipijitin juragannya.. Sudah ah, Mas.." pintanya.
Sambil berusaha berdiri.
"Sabar, Mbak, belum sampai ke bawah," kataku sambil mendorongnya balik ke permadani.
"Aku masih kuat kok."
Tanganku bergerak ke arah pahanya. Meremas-remas mulai di ataslutut yang tidak tertutup daster, lalu makin naik dan naik merambat kebalik dasternya. Mbak Sum mula-mula diam namun ketika tanganku makintinggi memasuki dasternya ia jadi gelisah.
"Sudah, Mas.."
"Tenang saja, Mbak.. Biar capainya hilang," sahutku sambilmenempelkan bagian depan celanaku yang menonjol ke samping pahanya yangkanan sementara tanganku memijat sisi kiri pahanya. Sengaja kutekankan"tonjolan"ku. Dan seolah tanpa sengaja kadang-kadang kulingkarkan jaritangan ke salah satu pahanya lalu kudorong ke atas hingga menyentuhbawah vaginanya. Tentu saja gerakanku masih di luar dasternya supaya iatidak menolak. Ingin kulihat reaksinya. Dan yang terdengar hanya eh..eh.. eh.. tiap kali tanganku mendorong ke atas.

"Sekarang balik, Mbak, biar depannya kupijat sekalian.."
"Cukup, Mas, nanti capai.."
"Nggak apa-apa, Mbak, nanti gantian Mbak Sum mijit aku lagi.."
Kudorong balik tubuhnya sampai telentang. Daster di bagian pahanyaagak terangkat naik. Mula-mula betisnya kupijat lagi lalu tangankumerayap ke arah pahanya. Naik dan terus naik dan dasternya kusibaksedikit sedikit sampai kelihatan CD-nya.
"Mbak Sum pakai celana item ya?" gurauku sampai dia malu-malu.
"Saya jadi malu, Mas, kelihatan celananya.." sambil tangannya berusaha menurunkan dasternya lagi.
"Alaa.. yang penting kan nggak kelihatan isinya to, Mbak.." godakulagi sambil menahan tangannya dan mengelus gundukan CD-nya dan membuatMbak Sum menggelinjang.
Tangannya berusaha menepis tanganku. Melihat reaksinya yang tidakterlalu menolak, aku tambah berani. Dasternya makin kusingkap sehinggakedua pahanya yang besar mengkal terpampang di depanku. Namun aku tidakterburu nafsu. Kusibakkan kedua belah paha itu ke kiri-kanan lalu akududuk di sela-selanya. Kupijat-pijat pangkal paha sekitarselangkangannya sambil sesekali jariku nakal menelusupi CD-nya.

"Egh.. egh.. sudah Mas, nanti keterusan.." tolaknya lemah.
Tangannya berusaha menahan tanganku, tapi tubuhnya tak menunjukkanreaksi menolak malah tergial-gial setiap kali menanggapi pijitanku.
"Keterusan gimana, Mbak?" tanyaku pura-pura bodoh sambil memajukanposisi dudukku sehingga penisku hampir menyentuh CD-nya. Dia diam sajasambil tetap memegangi tanganku supaya tidak keterusan.
"Ya deh, sekarang perutnya ya, Mbak.."
Tanganku meluncur ke arah perutnya sambil membungkuk di antarapahanya. Sambil memijat dan mengelus-elus perutnya, otomatis zakarku(yang masih terbungkus celana) menekan CD-nya. Merasa ada tekanan diCD-nya Mbak Sum segera bangun.
"Jangan Mas.. nanti keterusan.. Tidak baik.." lalu memegang tanganku dan setengah menariknya.
Kontan tubuhku malah tertarik maju dan menimpanya. Posisi zakarkutetap menekan selangkangannya sedang wajah kami berhadap-hadapan sampaihembusan nafasnya terasa.
"Jangan, Mas.. jangan.." pintanya lemah.
"Cuma begini saja, nggak apa-apa kan Mbak?" ujarku sambil mengecup pipinya.
"Aku janji, Mbak, kita hanya akan begini saja dan tidak sampaicopot celana," sambil kupandang matanya dan pelan kugeser bibirkumenuju ke bibirnya.
Dia melengos tapi ketika kepalanya kupegangi dengan dua tanganjadi terdiam. Begitu pula ketika lidahku menelusuri relung-relungmulutnya dan bibir kami berciuman. Sesaat kemudian dia pun mulaimerespons dengan hisapan-hisapannya pada lidah dan bibirku.

Targetku hari itu memang belum akan menyetubuhi Mbak Sum sampaitelanjang. Karena itulah kami selanjutnya hanya berciuman danberpelukan erat-erat, kutekan-tekankan pantatku. Bergulingan liar diatas permadani. Kuremas-remas payudaranya yang montok mengkal di balikdaster. Entah berapa jam kami begituan terus sampai akhirnya kantukmenyerang dan kami tertidur di permadani sampai pagi. Dan ketika bangunMbak Sum jadi tersipu-sipu.
"Maaf ya, Mas," bisiknya sambil memberesi diri.
Tapi tangannya kutarik sampai ia jatuh ke pelukanku lagi.
"Nggak apa-apa, Mbak. Aku suka kok tidur sambil pelukan kayak tadi. Tiap malam juga boleh kok.." candaku.
Mbak Sum melengos ketika melihat tonjolan besar di celanaku.

Sejak saat itu hubunganku dengan Mbak Sum semakin hangat saja. Akubebas memeluk dan menciumnya kapan saja. Bagai istri sendiri. Danterutama waktu tidur, kami jadi lebih suka tidur berdua. Entah dikamarku, di kamarnya atau di atas permadani. Sengaja selama ini akumenahan diri untuk tidak memaksanya telanjang total dan berhubungankelamin. Dengan berlama-lama menahan diri ini lebih indah dan nikmatrasanya, sama seperti kalau kita menyimpan makanan terenak untukdisantap paling akhir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar